Ada banyak kisah duyung dari Jepun, namun kisah yang satu ini berbasis
pada legenda kuno 1.400 tahun lalu. Satu kisah yang berasal dari kisah
kepercayaan Shinto di Kota Fujinomiya dekat kaki Gunung Fuji, Jepun.
Di salah satu Kuil Shinto di Fujinomiya
tersimpan sebuah bangkai awet duyung setinggi 170 cm berusia 1.400
tahun. Ini merupakan salah satu bangkai awet duyung tertua dan terbesar
yang kini masih tersimpan di Jepun.
Dari bentuknya bangkai awet duyung
berpenampilan menyeramkan, berkepala besar, bundar, dan botak, hanya
sejemput rambut yang tumbuh di depan kepala sampai ke hidungnya. Mata
dan mulutnya tampak terbuka. Ia memiliki sepasang tangan dengan kuku
yang tajam (20 cm).
Setengah tubuh bagian atas menyerupai
manusia dan setengah bagian di bawah menyerupai ekor ikan. Namun,
struktur tulangnya tidak diketahui pasti bagaimana bentuknya kerana
belum pernah diteliti.
Legenda mengenai duyung monster ini
muncul pada masa Putra Mahkota Jepang Shotoku (Shotoku Taishi) di tahun
574-622 Masehi. Saat itu Shotoku berjalan melintas tepian Danau Biwa.
Saat ia menyepi tiba-tiba muncul sesosok raksasa dari dalam danau yang
berseru pada Shotoku bahawa ia adalah seorang nelayan yang dikutuk
menjadi gergasi duyung bertubuh setengah orang setengah ikan, kerana
perbuatan di masa lalunya yang sering membunuh haiwan untuk disantap.
Ia mengaku baru memahami kekeliruannya
dan berharap agar ia menjadi peringatan bagi seluruh manusia agar tidak
melakukan pembunuhan terhadap satwa.
Pesan ini disampikan untuk dunia di masa
depan. Kerana itu gergasi tersebut minta agar ia (setelah mati nanti)
dikeringkan dan ditempatkan disebuah kuil sebagai peringatan bagi umat
manusia.
Setelah menyampaikan pesan-pesan itu
monster duyung itu kemudian meninggal. Shotoku kemudian merenungkan
ucapannya itu dan mengeringkan duyung tersebut menjadi mummi. Sesuai
permintaan sang duyung, putra mahkota mendirikan sebuah kuil untuk
mummi sang duyung.
Selama 1.400 tahun bankai awet atau
mummi ini berpindah-pindah tangan sampai akhirnya ditempatkan di Kuil
Shinto di Fujinomiya hingga kini. Keberadaan mummi ini dihubungkan
dengan kepercayaan yang berpantang membunuh satwa alias hidup ala
vegetarian.
“Duyung-duyung” yang Nyata
Tidak diketahui pasti apakah legenda soal duyung berasal dari kisah nyata atau bukan. Namun berdasarkan telaah ilmiah di beberapa perairan yang di masa lalu duyung sering dikisahkan, justeru memang dihuni haiuwan-haiwan istimewa.
Beberapa haiwan istimewa itu hingga kini
masih hidup di perairan tawar atau masin. Haiwan-haiwan inilah yang
sering disalahtafsirkan sebagai duyung. Mungkin kerana kebiasaan
hidupnya, bentuknya dan performanya yang memang mirip. Apalagi bila
dilihat dari kejauhan.
Haiwan-haiwan ini dikenal sebagai
“dugong“, “manatee” dan “lembu/sapilaut (sea cow)” [apa ingat lembua ada
kat darat jer]. Ketiga spesies ini memiliki bentuk tubuh yang mirip,
namun hidup di lingkungan perairan yang berbeza. Tergolong sebagai
mamalia yang suka menyusui dan berjemur di batu karang dan tepi-tepi
perairan, atau mengeluh dan bersuara lantang.
Dugong adalah mamalia laut pemakan
tumbuhan. Boleh ditemukan di perairan dangkal kawasan pantai India,
Pasifik Selatan (dari wilayah pantai timur Afrika sampai utara
Australia), perairan pantai Papua, dan kepulauan lain di Pasifik.
Dugong berwarna cokelat kelabu, tubuhnya sepanjang 2,7 meter dan mampu
hidup sampai usia 70 tahun.
Manatee. Ada tiga jenis manatee yang
sudah dikenal. Ada yang hidup di perairan Karibia dan sepanjang pantai
tenggara Amerika Selatan.
Ada yang di sepanjang perairan pantai
dan muara sungai Florida (AS), dan jenis ketiga yang hidup di perairan
tawar sungai Amazon. Manatee ini ada yang hidup di air tawar dan air
asin. Warna manatee kelabu, dengan ukuran panjang tubuh 4 meter.
Sapi Laut (sea cow). Pertama kali
ditemukan dan diidentifikasi pada 1741 di dekat Pulau Commander di Laut
Bering. Sapi laut biasanya suka hidup di perairan dangkal dekat
pantai. Ukuran tubuhnya boleh sepanjang 7,6 meter dan warnanya kelabu
kecokelatan dengan pola polka dot samar.
Ketiga haiwan air yang menyusui anaknya ini termasuk dalam kelompok ordo (grup) haiwan mamalia air yang disebut sirenia.
Penamaan kelompok mamalia air ini dibuat
para ilmuwan berdasarkan kepercayaan kuno (mitologi) bahawa
haiwan-haiwan sirenia inilah yang dulu diyakini para pelaut sebagai
sirens atau duyung.
Legenda Duyung, Makhluk Setengah Manusia Setengah Ikan
Selama ribuan tahun duyung telah menjadi legenda. Dipercaya sebagai perwujudan makhluk setengah ikan setengah manusia. Dari belahan bumi barat hingga timur, utara dan selatan. Kisah-kisah duyung mewarnai khazanah mitologi dan misteri dari lautan.
Berdasarkan legenda duyung adalah
makhluk air yang setengah tubuhnya manusia dan setengah lagi ikan.
Bagian pinggang ke atas biasanya berbentuk tubuh perempuan cantik dan
pinggang ke bawah tertutup sisik seperti ekor ikan besar. Kisah
mengenai duyung ini hampir sama atau serupa di belahan bumi mana pun,
kerana itu ia menjadi legenda yang universal.
Ditinjau dari mitologi Yunani, duyung
dipercaya sebagai si cantik penggoda pelaut. Siapa yang tergoda rayuan
sang duyung ia akan menemui ajalnya. Namun masyarakat Babilonia
menganggap duyung sebagai dewa laut yang disebut sebagai Ea atau
Oannes. Namun duyung ini adalah jantan.
Mitologi kuno lain (Yunani dan Romawi)
juga menyebut bahwa duyung adalah makhluk yang menyertai dewa-dewa laut
semacam Poseidon,Neptune dan Triton. Duyung-duyung ini umumnya berupa
makhluk bertubuh perempuan dengan paras cantik jelita, berdada montok,
bercahaya, namun dari pinggang ke bawahnya seperti ekor ikan.
Duyung pertama kali muncul dalam mitologi
di Assyria (1000 SM). Atargatis, ibu dari ratu Assyria, Semiramis,
adalah dewi yang mencintai seorang gembala namun kemudian ia
membunuhnya kerana cintanya ditolak. Merasa malu ia melompat ke dalam
danau dan berubah menjadi ikan.
Dalam transformasi menebus malu ia berubah menjadi duyung.
Lalu pada masa 500 SM, kisah duyung terdengar lagi dari seorang filsuf dari Ionia
(wilayah Yunani) bernama Anaximander. Ia berpendapat bahawa manusia
berasal dari satu spesies haiwan air. Teori ini kemudian disebut sebagai
evolusi haiwan air ke manusia. Pendapatnya ini di-anggap sebagai
pembenaran bahawa duyung adalah haiwan air yang sedang berevolusi
menjadi manusia.
Begitu populernya duyung ini, sehingga
tercantum dalam perkamen dan naskah-naskah tua. Bahwa dalam catatan
Alexander the Great, sang penguasa Macedonia, (356-323 SM) kisah duyung
juga terselip di sana. Saudara perempuan Alexander bernama Thessalonike
disebutkan berubah menjadi duyung setelah kematiannya.
Legenda dan kisah duyung ini tersebar ke
mana-mana. Dikisahkan oleh para pelaut dan penjelajah samudera.
Umumnya duyung digambarkan sebagai perempuan cantik berekor ikan,
berambut panjang, bersuara merdu, suka berjemur di karang dan tepi
pantai. Namun tak ada bukti pasti mengenai eksistensinya. Kecuali
pertinggal dalam bentuk sketsa kuno dan tergambar di mata wang kaum
Corinthian (Yunani).
Namun ada sebuah buku bertahun 1718 yang
terbit di Amsterdam Belanda, yang mengupas soal kehidupan aneka satwa
di Samudera Hindia. Buku ini dilengkapi artikel deskripsi, aneka sketsa
dan gambar. Dalam buku ini ada satu catatan detail soal duyung:
“Ada monster berwujud wanita setengah ikan, tertangkap di perairan Amboyna (gugus kepulauan Maluku, Indonesia).
Berdasarkan pengukuran memiliki tubuh
sepanjang 59 inci (147,5 cm), bentuknya mirip belut laut (moa). Makhluk
ini hanya bertahan hidup selama 103 jam (4,5 hari) setelah ditangkap,
dan mati di akuarium. Selama pengurungan diberi makan ikan-ikan kecil
dan hasil laut lainnya, namun ia tidak merespons makanan tersebut.”
Agaknya duyung memang masih misteri.
Dipercaya ada, namun bukti yang terlihat sampai kini tak pernah pasti
soal wujud duyung yang ada legenda.Para ahli bahkan menyimpulkan bahwa
kemungkinan duyung itu adalah mamalia air yang dikenal sebagai dugong,
manatee dan sea cow (Sapi laut), yang disalahtafsir oleh pelaut masa
lalu.
Dongeng Duyung yang Tersohor
Walau sempat ditakuti oleh banyak pelaut, ternyata kisah soal duyung justru menarik pula bagi anak-anak. Satu dongeng tentang duyung yang terkenal adalah buah karya pendongeng dunia Hans Christian Andersen.
Dongeng Duyung yang Tersohor
Walau sempat ditakuti oleh banyak pelaut, ternyata kisah soal duyung justru menarik pula bagi anak-anak. Satu dongeng tentang duyung yang terkenal adalah buah karya pendongeng dunia Hans Christian Andersen.
Karya Andersen yang berjudul “The Little
Mermaid (1836)” menjadi satu dongeng paling populer soal duyung dan
sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Bahkan kisah ini sudah
difilemkan dalam versi kartun dengan judul yang sama oleh Walt Disne,
namun dengan sedikit pengubahan di bagian akhirnya.
Versi asli Andersen, mengadaptasi kisah
yang menjadi patron tentang duyung yang selalu berakhir dengan
kesengsaraan. Berkisah soal duyung yang terobsesi dengan kehidupan di
darat dan tertarik pada seorang pangeran.
Untuk Boleh berubah menjadi manusia ia
harus rela kehilangan suaranya (bisu). Namun setelah menjadi manusia,
sang pangeran tak membalas cintanya kerana ia bisu. Akhirnya sang
duyung tak boleh menikmati hidup dan berputus asa.
0 comments:
Post a Comment